KEDUDUKAN ANAK HASIL SURROGATE MOTHER DALAM PERWALIAN PERNIKAHAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
DOI:
https://doi.org/10.35719/ijil.v2i2.459Keywords:
Surrogate MotherAbstract
Abstrak
Di zaman modern ini, ditemukan teknologi rekayasa genetika atau inseminasi buatan dengan tujuan membantu pasangan suami-istri yang bermasalah dengan organ reproduksinya untuk memiiki anak. Pada awalnya rekayasa genetika ini hanya memunculkan metode bayi tabung dan bank sperma serta suatu alat yang menyerupai rahim wanita, namun dewasa ini metode bayi tabung mengalami pengembangan yang menyalahi kaidah-kaidah agama. Salah satu pengembangan bayi tabung adalah inseminasi buatan yang menggunakan sperma suami dan ovum istri yang selanjutnya ditanamkan ke dalam rahim wanita lain. Metode yang demikian ini dinamakan dengan Surrogate Mother. Dalam hal ini al-Qur’an dan hadits tidak menyebutkan larangan praktik surrogate mother. Walaupun demikian bukan berarti al-Qur’an tidak memberikan jalan keluar dari masalah tersebut. Beberapa ayat al-Qur’an dapat digunakan sebagai maroji’ tentang hukum surrogate mother khususnya definisi ibu dalam Islam diantaranya yaitu surat al-Baqarah: 233 tentang kesengsaraan ibu karena anaknya, al-Ahqaf: 15 bahwa ibu adalah yang mengandung dan melahirkan dengan susah payah, al-Mujadilah: 2 bahwa ibu adalah wanita yang melahirkan mereka. Praktik ini menimbulkan kerancuan pada status anak, bagaimana hubungan antara ibu dengan anak serta hak absolute yang dimiliki anak. Metode yang digunakan penulis dalam menjawab persoalan di atas yaitu library research dan pendekatan yurudus-normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dengan studi kepustakaan kemudian diolah dan dianalisa. Praktik surrogate mother ini bertentangan dengan hukum syara’ yang berdampak pada percampuran nasab. Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji tentang kedudukan anak hasil proses surrogate mother dalam keabsolutannya menjadi wali nikah untuk saudaranya. Kesimpulan yang dapat diambil dari tinjauan literature yang ada bahwa praktik surrogate mother banyak ditentang oleh para ulama dan lebih menyepakati keharaman pelaksanaannya. Sedangkan kedudukan anak dalam keluarga pasangan suami-istri pemilik benih adalah sebagai anak angkat sehingga dia tidak dapat menjadi wali dari anak yang dilahirkan oleh mereka tersebut.
Kata kunci: surrogate mother, anak, wali.
Abstract
In this modern era, it’s discovered a very massive technology of modificativegenetics or synthetic insemination to help the couplessuffering the problem of the organ’s sexual reproduction which effects them to be barren. In the past, this modivificative genetics arose only as in vitro fertilisation. However, recently in vitro fertilisation improved and broke some Islamic principles. One of in vitro fertilisations is synthetic insemination in which it utilizes the husband’s sperm and the wife’s ovum then it’s inoculated in other female’s womb. This way is well-known as Surrogate mother. In this case, even though the holy Qur’an and hadis never mention about prohibition of doing synthetic insemination, it doesn’t mean that al-Qur’an doesn’t guide us to find the problem solver. Some verses in the Qur’an can be used as a reference or muroji’ about the law of doing surrogate mother specifically in defining the word mother in Islam. Some verses that we can refer are like al Baqoroh:233 about the mother suffering because of her child, al Ahqof :15 which tells that mother is the one who is pregnant and she has difficultly born us to the world, al Mujadilah:2 which states that mother is a female that bore us. Accordingly, it leads to the perplexity of how the status of the child is and how the relation between the mother and the child in the children’s absolute right is. The method of this paper to answer this problem is implementing library research and yurudis-normative. Secondary data from library research is analysed. The Surrogate mother practice breaks the Islamic law which effects in the mixing nasab or heredity. Due to those points, the researcher is interested to investigate the position of the child from surrogate mother in the absoluteness of being the marriage proxy for her or his siblings. In conclusion, surrogate mother is mostly opposed by Islamic theologians. They state and assert that the practice of surrogate mother is forbidden, haram. The children in the couples of the parents who have the semen side stand as foster child, so that the parents may not be the marriage proxy for them.